Langsung ke konten utama

THE LONG AND WINDING ROAD [BAB IV]


PART 7

.

Sebagai teman yang baik, Carly berbaik hati untuk membantu Luke mengerjakan tugas remedial biologi di perpustakaan ketika sekolah usai. Well, Luke mendapatkan hasil yang sangat buruk pada ujian praktikum Biologi beberapa hari yang lalu. Dia gagal melakukan uji kandungan makanan karena tidak bisa membedakan antara cairan biuret dan cairan benedict. Selain itu, Luke juga membakar hangus larutan telur dengan cairan biuret yang membuat beberapa tabung reaksi gosong hingga retak. Alhasil, karena semua kejadian itu, sekarang aku harus berjalan berduaan saja dengan Dylan menuju lokerku yang berada di ujung koridor tanpa Carly yang biasanya selalu menemaniku.
Suasana koridor begitu ramai dengan orang-orang yang keluar dari kelas. Aku berusaha semampuku untuk tidak menghantam siapapun. Namun entah bagaimana orang-orang begitu mudah menabrakku hingga berulang kali Dylan harus menangkap tubuhku sebelum menyentuh lantai. Dylan hanya tertawa ketika mendengarku mengumpat murka di balik nafasku. Aku menatapnya kesal seraya menepis lengannya yang selalu menemukan cara untuk melingkar di pinggangku.  
“Jadi kau bermain piano?” tanya Dylan dengan kedua tangannya yang kini sedang melakukan gerakan shooting tanpa bola ketika kami mencapai ujung koridor.
Aku menganggukan kepalaku pelan, “Iya. Aku sudah bermain piano sejak aku berumur delapan tahun,” jawabku.
Well, pantas permainanmu begitu hebat,” kata Dylan.
“Dari mana kau tahu itu?” tanyaku bingung.
Dylan menyeringai mendengar pertanyaanku, “Aku melihat kau dan Carly di auditorium,” jawabnya.
“Dasar penguntit,” cibirku setengah hati sebelum membuka pintu loker.
Kemarin aku memutuskan untuk bergabung dengan klub orkestra simfoni yang disambut dengan antusias oleh Carly dan Robin. Sebenarnya aku memiliki alasan lain untuk bergabung. Ketika aku bermain piano di atas panggung (seperti yang sudah kulakukan selama ini), aku kembali mengingat wajah Mom dan Dad yang tersenyum dengan penuh kebanggaan kepadaku. Ketika jari-jariku menekan tuts hitam putih lalu mendengarkan nada-nada yang kumainkan aku seakan pergi ke tempat lain. Ke tempat ketika aku bermain untuk Mom dan Dad di hari ulang tahun pernikahan mereka. Lalu ketika Mom dan Dad menonton pertunjukan pertamaku di upacara kelulusan sekolah dasar. Juga ketika aku tampil di festival-festival musik. Kenangan-kenangan yang bermunculan secara tiba-tiba tersebut memang membuat perasaanku terguncang sampai membuatku menangis di saat-saat tertentu ketika aku tidak bisa mengendalikannya. Namun itu bukan masalah untukku sepanjang aku bisa mengingat wajah mereka yang tersenyum tanpa darah mengalir di kepala mereka.
”Hey, kau mau pergi ke Sky Tower bersamaku?” tanya Dylan yang tiba-tiba muncul dari balik pintu loker ketika aku menutupnya.
“Bisakah kau hentikan itu?!” pekikku kesal menarik perhatian yang tidak kuinginkan dari orang-orang yang melintas.
“Apa?” tanya Dylan bingung.
“Berhenti mengagetkanku,” kataku lebih pelan, “Aku akan mendapat serangan jantung sebelum aku bisa melihatmu menjadi seperti LeBron James,”
Aku tidak tahu mengapa aku mengatakannya, yang aku tahu aku menyesal mengatakannya setelah melihat ekspresi aneh yang ditunjukan oleh Dylan yang seakan berusaha keras untuk tidak tertawa.
“Aku serius,” tegasku serius namun berakhir gagal karena kali ini Dylan tidak bisa menahan tawanya lagi.
Tawa Dylan langsung pecah mengundang perhatian orang-orang yang memenuhi koridor. Aku hanya menghela nafas panjang tanda frustasi sebelum melangkah meninggalkan Dylan.
“Hey, tunggu!” seru Dylan.
Aku menatapnya melalui bahuku, “Apa?”
“Kau tidak mau kuantar?” tanya Dylan yang sudah berjalan di sampingku lagi.
“Tidak usah,” tolakku ketus, “Aku akan segera dijemput,”
Dylan mengangguk mendengarnya, “Okay,”
“Lalu bagaimana dengan pergi ke Sky Tower bersamaku?” tanya Dylan kemudian.
Aku menatapnya ragu-ragu selama beberapa saat, “Apa kau benar-benar mengajakku pergi ke sana?” tanyaku.
“Tentu saja!” seru Dylan menyeringai lebar dari kuping ke kuping.
Aku berpikir mengapa Dylan selalu terlihat begitu bahagia sehingga dia mampu tersenyum selebar itu setiap saat.
“Baiklah,” kataku, “Lagipula sudah lama aku tidak pergi ke tempat itu,”
Dylan kembali menyeringai lebar mendengar jawabanku, “Kau yang menentukan kapan kita bisa pergi,” katanya, “Kapanpun kau siap, aku siap,”
Aku menatap Dylan tidak percaya dengan apa yang baru saja dia katakan, “Apa kau tidak memiliki sesuatu yang kau lakukan?” tanyaku bingung.
Dylan terdiam sejenak, “Ada,” jawabnya, “Tapi aku bisa mengaturnya,”
“Baiklah kalau begitu. Aku akan menghubungimu saat aku siap,”
Dylan mengangguk antuasis mendengarnya.
“Jadi kau berpikir aku akan menjadi seperti LeBron James?” tanya Dylan beberapa saat kemudian ketika kami sedang menuruni tangga.
“Mungkin,” gumamku agak bingung dengan pertanyaannya.
Dylan menggaruk bagian belakang lehernya gugup, membuatku semakin bingung dengan sikapnya,  “Well, sebenarnya gaya bermainku lebih mirip Steve Nash,” katanya.
Aku menatap Dylan heran selama beberapa saat. Aku tidak tahu banyak mengenai NBA, jadi aku tidak tahu apa yang sedang dia bicarakan.
“Aku tidak tahu siapa dia,” kataku jujur membuat Dylan tertawa keras.

***
 Ayo masuk sayang,kata Bibi Corinne ketika Ford hitamnya berhenti di hadapanku.
Sebenarnya aku agak terkejut mengetahui bahwa bibi Corinne yang datang menjemputku hari ini. Well¸ mungkin bibi Corinne sudah tidak sibuk lagi dengan urusan kantornya. Dan aku sangat bersyukur dengan kemungkinan bahwa aku tidak perlu diantar-jemput oleh Ben lagi. Ngomong-ngomong karena bibi Corinne menunjuk ke jok penumpang belakang, aku pun membuka pintu penumpang belakang. Ketika aku masuk ke dalam mobil, aku melihat ada seorang wanita duduk di sebelah bibi Corinne.
Bagaimana sekolahmu, sayang?” tanya bibi Corinne yang menatapku melalui kaca mobil.
Aku tersenyum simpul mendengar pertanyaan yang rutin dilontarkan oleh bibi Corinne setiap kali menjemputku, Lumayan,jawabku.
Bibi Corinne membalas senyumanku sebelum beralih melirik sosok yang duduk di sebelahnya, Oh iya, Irene. Kenalkan Taylor Grace ,”
Ketika wanita itu memutar badannya untuk melihatku yang duduk di belakang, aku langsung terkesima oleh kecantikannya. Well, Taylor, mengingatkanku pada sosok Scarlett Johansson dengan bibir merah yang penuh, dagu yang lancip serta bola mata berwarna hijau yang dibingkai oleh bulu mata yang tebal dan panjang. Rambutnya ikal berwarna pirang stroberi yang menjuntai indah di sekitar bahunya. Dia memiliki kulit berwarna kecokelatan yang eksotis yang semakin menyempurnakan penampilan fisiknya. Dia benar-benar cantik.  
Hey, Irene, panggil aku Taylor,katanya ramah dengan tangan yang terentang padaku.
Hey,kataku menjabat tangannya.
Setelah itu bibi Corinne mulai tancap gas, membawa mobilnya meninggalkan RVH. Jantungku kontan berkontraksi dengan cepat. Keringat dingin mulai membasahi kening dan telapak tanganku. Well, aku masih bisa mengatasinya.
Taylor adalah teman baik Ben. Katakan saja hubungan mereka itu lebih dari teman, kurang dari pacar,ucap bibi Corinne tiba-tiba membuatku bingung dan terkejut.
Apa maksdunya itu?
Bibi membuatku malu,gumam Taylor membuat bibi Corinne tertawa.
Taylor, kau tahu Ben adalah orang yang sangat tertutup. Jika kau menyukainya, katakan kau menyukainya. Jangan berharap dia akan mengatakannya kepadamu lebih dulu, jelas bibi Corinne begitu eksplisit.
Aku tidak tahu Ben adalah orang yang seperti itu. Ben memang terlihat introvent dengan sikapnya yang sangat ‘irit’ berbicara serta kecenderungannya untuk menjaga jarak dari orang-orang. Tapi aku tidak setuju jika Ben mengalami kesulitan dalam menunjukan perasaannya kepada orang lain. Maksduku, Ben tidak kesulitan menunjukan ketidaksukaannya kepadaku. Lalu apa bedanya dengan menunjukaan kesukaannya kepada gadis secantik Taylor?
“Aku yakin Ben menyukaimu,” kata bibi Corinne tiba-tiba membuat Taylor menjatuhkan sesuatu dari pangkuannya, sankin kagetnya dengan pernyataan itu.
Well, kurasa bibi Corinne benar. Siapa yang tidak akan menyukai wanita secantik Taylor?
“Aku menjatuhkan hadiah untuk Irene,” gumam Taylor menarik perhatianku.
Taylor memutar badannya ke belakang untuk menunjukan sebuah rangkaian bunga yang indah kepadaku.
“Apakah itu bunga pir dan mawar kuning?” tanyaku ketika aku menyadari ada dua jenis bunga dalam rangkaian bunga itu.
Taylor mengangguk antusias. Sepertinya dia senang mengetahui bahwa aku tahu apa yang aku lihat.
“Tepat sekali. Ini adalah rangkaian bunga pir dan mawar kuning. Keduanya adalah bunga yang menggambarkan persahabatan abadi,” jelas Taylor memberikan rangkaian bunga itu kepadaku.
Aku hanya menatap rangkaian bunga itu selama beberapa saat, takjub dengan keindahan makna yang dimiliki oleh bunga-bunga indah itu. Well, aku tidak tahu banyak tentang bunga, walaupun aku memiliki seorang ibu yang sangat menyukai bunga. Selama ini aku hanya melihat bunga karena keindahan bentuknya, bukan makna yang dimilikinya.
“Ini adalah tanda persahaban kita, Ok?” kata Taylor membuatku mendongak menatapnya.
Aku menangguk setuju sambil tersenyum lebar, “Terimakasih,” ungkapku.
“Mengharukan sekali,” gumam bibi Corinne yang mengamati rangkaian bunga pemberian Taylor yang kupegang melalui kaca mobil.
“Oh iya, ngomong-ngomong nanti malam bibi akan mengundang beberapa orang untuk makan malam di rumah. Aku ingin memperkenalkan Irene kepada mereka,” kata bibi Corinn.
“Memperkenalkanku?” tanyaku bingung.
“Iya. Bibi juga ingin kau mengenal mereka,”
Aku menelan ludahku sendiri mendengar perkataan bibi Corinne. Seketika perasaan cemas mulai merayapi benakku, membuatku berpikir bahwa itu terdengar tidak terlalu baik untukku.

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Orion Sang Pemburu

ORION adalah rasi bintang di langit yang dikenal sebagai rasi bintang sang pemburu. Dengan 3 bintang sejajar dan 4  bintang yang melingkupinya, rasi ini mungkin merupakan salah satu rasi bintang yang paling mudah dikenali di angkasa. Letaknya di ekuator langit, terlihat dari hampir seluruh bagian bumi. Di Indonesia rasi ini dikenal sebagai Waluku, pertanda bagi petani untuk mulai membajak sawah. Orion tampak paling jelas pada pukul 21:00 selama bulan Januari-Februari. Rasi bintang Orion bisa dilihat di langit sebelah barat. Untuk melihat Orion sebagai seorang pemburu, kita bisa berimajinasi. 3 bintang sejajar yang cukup terang; Alnitak (zeta Orionid), Alnilam (epsilon Orionid), Mintaka (delta Orionid) membentuk sabuk sang pemburu. Bergeser ke sebelah selatannya, tiga buah bintang yang lebih redup menandakan pedangnya. Di ujung sebelah kiri, bintang Betelgeuse (alpha Orionids) digambarkan sebagai bahu Orion. Di bawahnya secara diagonal terdapat bintang Rigel (Beta

The Landscape With The Fall Of Icarus

Icarus dan Daedalus, sebuah mitologi Yunani : "Ayah Icarus, Daedalus, memberikan sepasang sayap kepada anaknya. Bulu-bulu sayap itu terbuat dari lilin. Daedalus memperingatkan Icarus untuk tidak terbang terlalu dekat dengan matahari. Tidak menuruti perintah ayahnya, Icarus malah terbang menuju matahari. Sayapnya meleleh dan dia jatuh ke dalam laut di bawahnya lalu tenggelam." Pada tahun 1560-an, Pieter Bruegel, seorang pelukis Renaisans, menggambarkan kisah tentang Icarus ke dalam lukisannya yang berjudul The Landscape With The Fall Of Icarus : ANALISA LUKISAN : Lukisan ini mengandung cerita. Persfektif dilihat dari atas, dari sudut pandang Daedalus. Icarus bukanlah fokus lukisan. Kakinya tergantung di udara saat ia tenggelam di sudut kanan bawah. Tidak ada orang yang berhenti dan mencoba untuk menyelamatkannya. Meskipun tampaknya subjek lukisan adalah Icarus, hal ini tidak terjadi. Bruegel lebih tertarik menggambarkan pekerja kelas bawah dalam cahaya y

Jendela Rumah Sakit

Jendela Rumah sakit Ada dua orang pria, keduanya sakit parah, mereka menghuni ruangan perawatan yang sama di sebuah rumah sakit. Pria yang satu diizinkan duduk di tempat tidurnya selama satu jam setiap siang untuk membantu mengeringkan cairan dalam paru-parunya. Tempat tidurnya berada di satu-satunya jendela yang ada di ruangan. Pria yang lain harus menghabiskan seluruh waktunya berbaring di tempat tidur. Kedua pria itu mengobrol tanpa henti. Mereka membicarakan tentang isteri dan keluarga mereka, rumah mereka, pekerjaan mereka, serta pengalaman mereka selama wajib militer. Setiap siang pria di samping jendela duduk. Untuk mengisi waktu dia menceritakan semua yang dilihatnya dari luar jendela kepada teman sekamarnya. Pria itu berkata, "Jendela ini memperlihatkan sebuah taman dengan danau yang cantik. Bebek-bebek dan angsa-angsa bermain-main di permukaan air saat anak-anak melayarkan perahu mainan mereka. Oh, ada pasangan muda berjalan bergandengan tangan di antara b