Langsung ke konten utama

THE LONG AND WINDING ROAD [BAB FINAL]

PART 17

.

Setengah jam kemudian, aku, Ben dan Taylor, tiba di rumah sakit Park Road tempat bibi Corinne dirawat. Selama perjalanan tidak ada satu pun di antara kami yang bersuara, kami bertiga tenggelam dalam pikiran masing-masing. Dalam hati aku tidak henti-hentinya berdoa untuk keselamatan bibi Corinne.
Oh, Tuhan, aku percaya bibi Corinne akan baik-baik saja, dia adalah wanita yang sangat kuat.
Ketika kami memasuki lobi rumah sakit, aku melihat sosok Ms Anne. Wanita cantik berambut pendek itu sedang duduk di salah satu sofa dekat meja resepsionis dengan kepala yang tertunduk lesu. Kemungkinan saat ini dia sedang menunggu kedatangan kami.
Ms Anne yang mengabari Taylor mengenai kecelakaan yang menimpa bibi Corinne pagi tadi. Well, awalnya aku tidak mengerti mengapa Ms Anne memberitahu Taylor bukannya memberitahu aku atau Ben. Akhirnya aku mengerti setelah mengetahui bahwa ponsel aku dan Ben ternyata tidak aktif.
Ben bergegas menghampiri Ms Anne yang sepertinya belum menyadari kehadiran kami.
“Ms Anne!” panggil Ben ketika dia sudah berada di hadapan Ms Anne.
Ms Anne mendongak menatap kami. Wajahnya sembab dan pucat. Melihat kondisinya yang seperti itu, membuat tubuhku kembali lemas.
“Dimana ibuku? Dimana dia?!” tanya Ben panik seraya mengguncang-guncangkan bahu Ms Anne dengan kasar.
Kontan Ms Anne terkejut dan ketakutan melihat sikap Ben yang begitu kasar kepadanya, begitu pula dengan aku dan Taylor. Bukannya menjawab pertanyaan Ben, Ms Anne malah diam dengan matanya yang mulai mengeluarkan air mata.
“Tenangkan dirimu Ben,” ucap Taylor menyentuh bahu Ben.
Ben melepaskan cengkramannya pada bahu Ms Anne. Perlahan Ben mundur beberapa langkah, memberikan ruang gerak untuk Ms Anne.
“Maaf aku lepas kendali,” gumam Ben pelan.
Ms Anne mengangguk penuh pengertian sebelum bangkit dari sofa lalu berdiri menghadap kami dengan tubuhnya yang masih gemetar.
“Saat ini Nyonya berada di kamar ICU lantai lima nomor dua belas,” kata Ms Anne memberitahu Ben.
Ben mengangguk mengerti lalu berlari menuju elevator untuk naik ke lantai lima. Dia berlari begitu cepat hingga tidak terkejar olehku dan Taylor. Akhirnya kami terpaksa menggunakan elevator lain untuk menyusul Ben. Ms Anne mengikuti kami di belakang.
“Kau tidak apa-apa Ms Anne?” tanya Taylor.
Ms Anne mengangguk pelan mengiyakan.
“Apa yang terjadi dengan bibi Corinne?” tanyaku kepada Ms Anne.
Ms Anne terdiam sejenak sebelum menceritakan apa yang telah terjadi. Katanya bibi Corinne mendadak mengeluh nyeri pada dadanya ketika bibi Corinne dan rombongannya sedang dalam perjalanan pulang menuju Auckland. Tidak lama kemudian bibi Corinne mulai mengalami sesak nafas, mual hingga muntah sebelum kehilangan kesadarannya. Beruntung di antara rombongan ada satu orang yang pernah bekerja sebagai paramedis. Bibi Corinne tertolong dari serangan jantung berkat CPR yang diberikan oleh salah satu penggawainya.
Mendengar cerita Ms Anne rasanya seperti mendengar cerita horor yang menakutkan. Membayangkan bibi Corinne mengalami peristiwa yang nyaris merenggut nyawanya membuatku takut setengah mati. Kuharap Yang Maha Kuasa mendengar doaku yang satu ini. Aku tidak mau kehilangan orang yang kucintai, tidak lagi Tuhan, kumohon.

***

Ketika akhirnya pintu elevator terbuka di lantai lima, aku bergegas keluar mencari kamar  ICU nomor dua belas. Tak lama, aku menghentikan langkahku ketika aku melihat sosok Ben sedang berdiri di depan pintu kamar yang kuyakini sebagai kamar nomor dua belas milik bibi Corinne.
“Ben!” seruku berlari menghampirinya.
Ben tidak bergerak dari posisinya. Tubuhnya kaku dengan wajahnya yang pucat memandang lurus celah pintu berbentuk kaca buram yang memperlihatkan suasana di dalam ruangan. Aku membeku di tempatku berdiri ketika aku mencoba untuk mengintip melalui celah tersebut. Bibi Corinne terbaring tidak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit yang sempit. Tubuhnya dikelilingi oleh selang warna-warni yang terhubung dengan beberapa alat yang menyala di sekitar tempat tidurnya, membuatnya lebih terlihat sepeti mesin dari pada orang sakit.
Oh, Tuhan, aku tidak pernah membayangkan akan dipertemukan kembali dengan pemandangan menyeramkan seperti ini.
Air mata telah menetes membasahi pipiku ketika kurasakan Taylor menyentuh tanganku yang gemetar. Tidak hanya tanganku, sekujur tubuhku gemetar hebat. Taylor yang menyadari hal itu langsung menariku ke dalam pelukannya.
“Bibi akan baik-baik saja kan?” tanyaku di tengah isakan, “Iya kan?”
Aku merasakan Taylor menganggukkan kepalanya, mengiyakan pertanyaanku. Perlahan-lahan aku melepaskan diri dari pelukannya. Aku mengamati Ben yang sedang menyandar di dinding sebelah pintu kamar bibi Corinne. Kepalanya tertunduk membuatku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.
“Ben,” panggil Ms Anne membuat Ben mengangkat kepalanya.
Aku tersentak melihat ekspresi di wajah Ben saat ini. Tatapannya kosong, seolah-olah tidak ada apa-apa di dalam tubuhnya. Ben pasti syok dengan semua kejadian ini.
“Sebaiknya kau temui dokter yang menangani Nyonya. Ada hal penting yang ingin dia bicarakan denganmu,” kata Ms Anne.
Ben mengangguk setuju lalu mengikuti Ms Anne.

***

Aku dan Taylor sedang duduk di kursi tunggu di depan kamar bibi Corinne ketika gerombolan orang berjas putih datang menghampiri kami. Ben dan Ms Anne menyusul di belakang mereka. Ben nampak sangat gelisih, terlihat dari dahinya yang terus mengkerut serta alis matanya yang mengernyit. Kontan aku dan Taylor beranjak dari kursi untuk menghampiri Ben.
“Ada apa? Apa yang akan mereka lakukan?” tanya Taylor panik ketika seseorang dari orang-orang berjas putih itu membuka pintu kamar tempat bibi Corinne dirawat.
“Nyo.. nyonya akan menjalani operasi,” ucap Ms Anne terdengar panik.
“O.. operasi?!” tanyaku kaget.
Tak lama gerombolan orang berjas putih itu keluar dengan mendorong ranjang rumah sakit beserta bibi Corinne yang masih terbaring tidak sadarkan diri di atasnya. Aku hendak menyusul mereka ketika Ben menahanku dengan tangannya yang memegang pergelangan tanganku dengan erat.
“Semuanya akan baik-baik saja, Irene. Kita hanya perlu berdoa untuk kelancaran operasinya,” ucap Ben.
 Aku tahu Ben mengatakannya semata-mata bukan hanya untuk menanangkanku, tapi juga untuk menenangkan dirinya. Akhirnya aku pun mengangguk mengerti.
“Taylor,” panggil Ben menghampiri Taylor, “Aku akan mengantarmu pulang sekarang,”
Taylor menatap Ben bingung, terlihat bahwa dia tidak suka dengan ide itu. Taylor menggelengkan kepalanya berkali-kali.
“Tidak. Aku tidak mau pulang. Aku akan menunggu sampai bibi Corinne siuman,” tegas Taylor.
“Kau tahu kau tidak bisa tinggal di sini lebih lama,” kata Ben yang sepertinya benar hingga membuat Taylor diam, “Sekalian aku harus pergi ke kantor bersama Ms Anne,” imbuh Ben yang direspon oleh Ms Anne dengan anggukan kepala.
“Ta.. tapi bagaimana dengan bibi Corinne?” tanya Taylor.
“Irene akan tinggal di sini sementara aku pergi. Aku tidak akan lama,” kata Ben menatapku.
“Aku akan tinggal di sini,” jawabku.
Taylor nampak ragu-ragu, tapi akhirnya dia tetap mengikuti perintah Ben, “Selalu kabari aku ya?” pinta Taylor memelukku.
“Pasti,” janjiku.
“Kau tunggu aku di depan ruangan operasi di lantai empat. Aku tidak akan lama,” instruksi Ben sebelum pergi diikuti oleh Ms Anne dan Taylor.

TBC

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Orion Sang Pemburu

ORION adalah rasi bintang di langit yang dikenal sebagai rasi bintang sang pemburu. Dengan 3 bintang sejajar dan 4  bintang yang melingkupinya, rasi ini mungkin merupakan salah satu rasi bintang yang paling mudah dikenali di angkasa. Letaknya di ekuator langit, terlihat dari hampir seluruh bagian bumi. Di Indonesia rasi ini dikenal sebagai Waluku, pertanda bagi petani untuk mulai membajak sawah. Orion tampak paling jelas pada pukul 21:00 selama bulan Januari-Februari. Rasi bintang Orion bisa dilihat di langit sebelah barat. Untuk melihat Orion sebagai seorang pemburu, kita bisa berimajinasi. 3 bintang sejajar yang cukup terang; Alnitak (zeta Orionid), Alnilam (epsilon Orionid), Mintaka (delta Orionid) membentuk sabuk sang pemburu. Bergeser ke sebelah selatannya, tiga buah bintang yang lebih redup menandakan pedangnya. Di ujung sebelah kiri, bintang Betelgeuse (alpha Orionids) digambarkan sebagai bahu Orion. Di bawahnya secara diagonal terdapat bintang Rigel (Beta

The Landscape With The Fall Of Icarus

Icarus dan Daedalus, sebuah mitologi Yunani : "Ayah Icarus, Daedalus, memberikan sepasang sayap kepada anaknya. Bulu-bulu sayap itu terbuat dari lilin. Daedalus memperingatkan Icarus untuk tidak terbang terlalu dekat dengan matahari. Tidak menuruti perintah ayahnya, Icarus malah terbang menuju matahari. Sayapnya meleleh dan dia jatuh ke dalam laut di bawahnya lalu tenggelam." Pada tahun 1560-an, Pieter Bruegel, seorang pelukis Renaisans, menggambarkan kisah tentang Icarus ke dalam lukisannya yang berjudul The Landscape With The Fall Of Icarus : ANALISA LUKISAN : Lukisan ini mengandung cerita. Persfektif dilihat dari atas, dari sudut pandang Daedalus. Icarus bukanlah fokus lukisan. Kakinya tergantung di udara saat ia tenggelam di sudut kanan bawah. Tidak ada orang yang berhenti dan mencoba untuk menyelamatkannya. Meskipun tampaknya subjek lukisan adalah Icarus, hal ini tidak terjadi. Bruegel lebih tertarik menggambarkan pekerja kelas bawah dalam cahaya y

Jendela Rumah Sakit

Jendela Rumah sakit Ada dua orang pria, keduanya sakit parah, mereka menghuni ruangan perawatan yang sama di sebuah rumah sakit. Pria yang satu diizinkan duduk di tempat tidurnya selama satu jam setiap siang untuk membantu mengeringkan cairan dalam paru-parunya. Tempat tidurnya berada di satu-satunya jendela yang ada di ruangan. Pria yang lain harus menghabiskan seluruh waktunya berbaring di tempat tidur. Kedua pria itu mengobrol tanpa henti. Mereka membicarakan tentang isteri dan keluarga mereka, rumah mereka, pekerjaan mereka, serta pengalaman mereka selama wajib militer. Setiap siang pria di samping jendela duduk. Untuk mengisi waktu dia menceritakan semua yang dilihatnya dari luar jendela kepada teman sekamarnya. Pria itu berkata, "Jendela ini memperlihatkan sebuah taman dengan danau yang cantik. Bebek-bebek dan angsa-angsa bermain-main di permukaan air saat anak-anak melayarkan perahu mainan mereka. Oh, ada pasangan muda berjalan bergandengan tangan di antara b