Langsung ke konten utama

Rhodopis, Cinderella Dari Mesir

Sebuah kisah yang terinspirasi dari mitologi Mesir Rhodopis, The Girl With The Red Rose Slippers. Versi asli mitologi ini dapat dilihat di sini.




Rhodopis, The Girl With The Red Rose Slippers. Cinderella versi Mesir. Di dalam versi ini, tokoh utamanya bernama Rhodopis (Ra-doh-pes). Merupakan salah satu versi tertua dari cerita Cinderella yang penah ada di dunia. Cerita ini pertama kali dicatat oleh Strabo, seorang sejarawan Yunani di abad ke-1 sebelum masehi. Versi ini berdasarkan fakta dan fiksi.

Fakta : Ada seorang budak Yunani bernama Rhodopis yang menikah dengan seorang Pharaoh Amasis (dinasti ke-26, 570-536 SM). 




Rhodopis, The Girl With The Red Rose Slippers




Memphis, Mesir. Tahun 570-526 SM

SUATU KETIKA di hari-hari terakhir masa kejayaan bangsa Mesir kuno, tidak lama lagi sebelum bangsa Persia datang untuk mengambil alih kekuasaan dari tangan sang Pharaoh yang sedang berkuasa. Tempat dimana air hijau dari sungai Nil mengalir menuju air biru di laut Mediterania. Di sebuah kota bernama Memphis, ibukota Mesir kuno yang berada di sebelah utara Kairo. Disebut sebagai Tembok Putih yang terletak di antara dataran tertinggi dan terendah Mesir. Kota yang paling besar dan paling penting di dunia kuno yang menjadi pusat administrasi dan keagamaan. Sang Pharaoh Amasis II atau Ahmose II dari dinasti ke-26, Sang Bulan Yang Dilahirkan, Putera Dari Neith, Dia Yang Memeluk Hati Re, duduk di atas singgasana yang dia rebut dari musuh abadinya, Apries. Namun saat ini sang Pharaoh tidak sedang mengenang kepuasaan yang dirasakannya kala menaklukan putera sang Pharaoh Psamtik II di medan pertempuran Sais. Hatinya justru tengah gundah gulana memikirkan apa yang harus dilakukannya untuk memperkuat negerinya dari ancaman invansi Cyrus dari Persia yang telah menaklukan hampir seluruh dunia. Asia Barat Daya, Asia Tengah dan Caucasus, dari Laut Mediterania dan Hellespont di barat sampai sungai Indus di timur. Cyrus yang Agung telah menciptakan kerajaan terbesar yang pernah ada di dunia. Dan sang Pharaoh muda, dua puluh lima tahun, sadar betul bahwa cepat atau lambat, negerinya juga akan jatuh di tangan Sang Raja Babylonia.

Tiba-tiba di lingkungan istana yang kelihatan begitu tenang dan damai, seekor elang muncul, menukik turun dari langit biru yang jernih, menerobos masuk istana melalui jendela lalu mendarat tepat di hadapan sang Pharaoh yang sedang cemas hatinya.

Amasis menoleh, menyaksikan burung elang perlahan-lahan berubah wujud menjadi manusia berkepala burung dengan mahkota berwarna merah dan putih di atasnya.



Senyuman simpul langsung menghiasi wajahnya. Segera dia beranjak dari singgasana yang tidak lagi bisa memberikan kenyamanan.

“Horus, putera Osiris dan Isis, Dewa raja-raja. Apa gerangan yang membawamu kemari?” tanya Amasis antusias seraya berlutut di hadapan Horus.



Kedatangan Horus ke istana selalu membawa kabar baik. Dia lah dewa dari raja-raja, sang pelindung yang melindungi negeri dari atas sana. Kedatangannya kali ini pun pasti membawa jawaban atas permasalahan yang sedang ditanggung oleh negerinya.

“Bangunlah putera Neith, aku ingin berdiskusi denganmu,” katanya.

Amasis mengangguk lalu mengangkat tubuhnya untuk berdiri dengan tegap di hadapan Horus.

Sepasang mata elang milik Horus mengamati sosok Amasis yang nampak tidak sesegar biasanya. Kugundahan terpantul dari sepasang mata cokelat yang lelah dengan lingkaran hitam yang mengelilinginya. Kulitnya yang berwarna tembaga tidak lagi mengkilap. Keresahan yang membelenggu jiwanya telah menghisap cahaya yang selama ini memancar terang dari sosoknya yang disukai oleh rakyat.

“Cyrus dari Persia semakin merajalela,” kata Horus.

Sekujur tubuh Amasis langsung tegang mendengar nama itu disebutkan

“Tidak usah khawatir,” kata Horus, “Kau akan mendapatkan bantuan dari orang-orang Yunani,” imbuhnya membuat Amasis bingung.

“Bagaimana bisa begitu?” tanya Amasis tak mengerti.

Seandainya paruh burung bisa membentuk sebuah senyuman, maka bentuknya pasti seperti yang Amasis lihat saat ini.

“Persilahkanlah orang-orang Yunani untuk berdagang dan menetap di Mesir. Berikan mereka sebuah kota yang akan menjadi milik mereka sepenuhnya. Mereka adalah orang yang mengerti balas budi. Oleh karena itu mereka akan membantumu untuk mempertahankan negeri ini dari siapaun yang mencoba merebutnya,” kata Horus.

Amasis berpikir sejenak. Apa yang dikatakan oleh Horus sebenarnya pernah terlintas di kepalanya. Namun setelah mendengar Horus berpikiran yang sama, Amasis semakin yakin bahwa cara itu memang akan berhasil.

“Baiklah,” kata Amasis.

*

Mengikuti saran Horus untuk melawan ancaman invansi Cyrus dari Persia, Amasis mempersilahkan orang-orang Yunani untuk dagang atau tinggal di negerinya. Dia memberikan sebuah kota di utara Mesir, yaitu Naucratis, untuk menjadi milik mereka sepenuhnya.

Di Naucratis tak jauh dari mulut sungai Nil yang mengalir ke laut di Canopus, tinggal seorang saudagar kaya dari Yunani bernama Charaxos. Dia berasal dari pulau Lesbos (Mytilin) yang terletak di timur laut laut Aegean. Dia adalah adik dari seorang pujangga terkenal bernama Sappho. Dia telah menghabiskan seumur hidupnya berdagang dengan orang-orang Mesir, dan di usia senjanya dia memutuskan untuk menetap di Naucratis.

Suatu hari ketika dia sedang berjalan-jalan di pasar, dia melihat keramaian yang luar biasa di tempat penjualan budak. Didorong oleh rasa penasaran yang besar, dia menerobos masuk melewati orang-orang dan menemukan bahwa mereka sedang memandangi seorang gadis di atas batu mimbar untuk dijual.

“Cantik sekali.”

Dia mendengarkan orang-orang berbisik-bisik di belakangnya.

Gadis itu memang sangat cantik. Charaxos belum pernah melihat seseorang yang begitu cantik jelita. Tidak seperti orang Mesir yang berkulit gelap dan berambut hitam, gadis itu berkulit putih dengan pipi yang kemerahan serta berambut pirang keemasan. Dia pasti orang Yunani, pikir Charaxos.

Ketika penawaran dimulai, Charaxos bertekad untuk membelinya. Dan dengan menjadi seorang saudagar terkaya di seantero Naucratis, dia tidak mengalami kesulitan apapun.

Gadis itu bernama Rhodopis. Dia dibawa oleh bajak laut dari kampung halamannya di utara Yunani saat dia masih kecil.

“Mereka menjualku kepada seorang pria kaya yang mempekerjakan banyak budak di pulau Samos,” Rhodopis bercerita kepada Charaxos yang telah membelinya dengan harga yang mahal.

Rhodopis ditemani oleh teman sesama budak. Seorang pria kecil yang jelek bernama Aeosop. Aeosop sangat baik kepadanya. Dia suka menceritakan kisah-kisah yang menarik dan fabel-fabel tentang binatang-binatang, burung-burung dan manusia.

“Lalu bagaimana kau bisa berada di sini?” Charaxos bertanya.

“Tuanku ingin menghasilkan banyak uang, jadi dia mengirimku kepada penduduk Naucratis yang kaya dan menjualku.”

Charaxos mendengarkan kisahnya dan mengasihaninya.

“Akan kuberikan kau sebuah rumah yang indah dengan kebun di tengah-tengahnya.”

Tidak hanya itu, Charaxos juga memberikan banyak hadiah kepada Rhodopis. perhiasan dan pakaian yang indah, bahkan budak perempuan untuk melayaninya. Charaxos memperlakukan Rhodopis seperti puterinya sendiri. Sankin sayang, dia membuatkan sepasang sandal yang ditaburi dengan emas merah.

“Cantik sekali,” ungkap Rhodopis takjub saat menerima sandal barunya.

“Milikmu,” kata Charaox, “Jagalah baik-baik.”

Rhodopis mengangguk, “Aku berjanji akan menjaganya.”

Kabar mengenai Rhodopis, budak Yunani berparas cantik yang dibeli oleh seorang saudagar paling kaya di kota Naucratis, sampai ke telinga sang Pharaoh yang tinggal di istananya di kota Memphis. Amasis penasaran ingin bertemu dengan perempuan itu setelah mendengarkan cerita Horus, putera Osiris dan Isis, yang diam-diam memantau kegiatannya dalam wujud burung elang.

“Kau bisa mengundangnya ke istana,” Horus menyarankan.

Amasis menolak, “Pasukan Cyrus dari Persia bisa datang kapan saja, aku tidak ingin memikirkan yang lain.”

Horus yang bijak tentu saja mengerti dengan keputusan Amasis, tapi tidak berarti dia menyerah begitu saja. Diam-diam dia sudah menyiapkan sebuah rencana yang kelak akan mengejutkan sang Pharaoh yang gelisah.

*


Musim panas benar-benar merajalela saat menjelang tengah hari di utara Mesir dekat laut Mediterania yang sibuk dengan aktivitas perdagangan serta pertukaran budaya orang-orang Mesir, Yunani, Romawi dan Timur Tengah. Matahari seperti berada di puncak kepalanya, Rhodopis yang kepanasan memutuskan untuk berendam di kolam renang dari marmer yang tersembunyi di balik kebun rahasianya, ditemani oleh seorang budak wanita yang memegangi pakaian serta sandal berlapis emas merah yang amat dibanggakannya. Dia tak henti-hentinya mengucap syukur atas hidup nyaman yang dijalaninya saat ini setelah pertemuannya dengan Charaxos yang baik hati dan penyayang.

Tiba-tiba ketika semuanya tampak tenang dan damai, dari langit biru jernih yang membentang luas tak terbatas datang seekor elang yang menukik turun -- lurus ke bawah -- seolah-olah hendak menyerang sekelompok ikan kecil di tepi kolam renang. Burung itu terbang menerjang budak wanita yang langsung menjatuhkan segala sesuatu yang dipeganggnya lalu melarikan diri sambil menjerit-jerit histeris. Dia bersembunyi di antara pohon-pohon dan bunga-bunga, sekonyong-konyongnya meninggalkan Rhodopis yang bangkit dari air lalu berdiri memunggungi air mancur.

“A... Apa yang terjadi?”

Dengan kaget, tak percaya dan takjub, Rhodopis menyaksikan ketika burung elang itu menukik turun nyaris menyentuh tanah lalu mengambil sebelah sandal berlapis emas merah dengan cengraman cakarnya yang kuat. Kemudian burung itu kembali melonjak ke udara dengan mengepakan sayapnya yang besar lebar-lebar lalu terbang jauh ke selatan di atas lembah sungai Nil.

“Oh, sandal itu...”

Rhodopis menangisi sandalnya yang berharga. Dia merasa yakin tidak akan melihatnya lagi dan dia sangat menyesal karena tidak bisa menjaga pemberian dari Charaxos dengan baik.

“Maafkan aku.... Maafkan aku,” pinta Rhodopis berkali-kali saat menemui Charaxos di rumahnya setelah insiden di kolam renang yang aneh (ajaib).

Charaxos berusaha menghibur Rhodopis, begitupula dengan Aeosop, kawan sesama budak yang setia.

“Kau bilang burung elang?” Aeosop menginterupsi Rhodopis yang sedang menceritakan kejadian tadi siang.

Rhodopis mengangguk dengan lemah, “Burung elang itu sangat besar. Matanya tajam, cakarnya kuat dan sayapnya lebar.”

Aeosop berpikir, tampaknya burung elang itu dikirim oleh para dewa... Atau mungkin Horus, Burung Suci, yang datang sendiri. Tapi untuk apa?

*

Burung elang itu terbang lurus di atas sungai Nil ke Memphis, kemudian menukik ke bawah menuju istana. Pada jam itu Pharaoh Amasis sedang duduk di singgasana di halaman istana mengadili orang-orang dan mendengarkan keluhan-keluhan mereka. Sang Raja Yang Bijaksana, adalah istilah yang diberikan kepada Amasis yang selalu mendengarkan rakyatnya yang datang ke istana.

Tepat di pangkuan Amasis, burung elang itu menjatuhkan sandal berlapis emas merah milik Rhodopis. Melihatnya, orang-orang menjerit kaget, begitupula dengan Amasis yang sangat terkejut. Namun ketika dia mengambil sandal itu, dia langsung menganggumi pengerjaan sandal yang halus, serta ukuran sandal yang kecil. Dia merasa bahwa gadis yang memakai sandal ini, pastilah gadis paling cantik di dunia.

Amasis yang tersentuh dengan apa yang baru saja terjadi, mengeluarkan keputusan.

“Aku akan mengirimkan utusanku untuk menjelajahi seluruh kota di Delta, dan jika perlu, ke Mesir Hulu ke perbatasan kerajaanku. Biarkan mereka membawa sandal berlapis emas merah yang dibawakan oleh Burung Suci Horus kepadaku. Dan biarkan mereka menyatakan bahwa siapapun yang kakinya pas dengan sandal ini akan menjadi pengantinku!”

Para utusan bersujud, lalu meneriakan dengan lantang, “Kehidupan, kesehatan, kekuatan milik Pharaoh! Pharaoh telah berbicara dan perintahnya akan dituruti!”

*
 


Para utusan sang Pharaoh pergi meninggalkan Memphis menuju Heliopolis, Tanis, Canopus sampai Naucratis. Di sana mereka mendengar kisah tentang Charaxos, saudagar kaya yang membeli seorang gadis cantik asal Yunani di pasar budak. Dia melimpahinya dengan kekayaan dan memperlakukannya seperti anak sendiri.

Mereka pergi ke sebuah rumah besar di samping sungai Nil dan menemukan Rhodopis berada di taman yang tenang di samping kolam renang.

Ketika mereka menunjukan sandal berlapis emas merah kepadanya, Rhodopis berteriak kaget, “Itu milikku!” serunya. 


Rhodopis mengulurkan kakinya sehingga mereka bisa melihat sandal itu pas untukknya. Rhodopis memerintahkan seorang budak untuk mengambil pasangan sandal itu yang disimpannya dengan baik untuk mengenang petualangan anehnya dengan burung elang si pencuri.

“Gadis ini yang kita cari,” bisik seorang utusan.


Akhirnya mereka yakin bahwa Rhodopis adalah gadis yang diperintahkan oleh Sang Pharaoh untuk mereka temukan. Mereka berlutut di depannya dan berkata, “Kehidupan, kesehatan, kekuatan milik Pharaoh! Anda diperintahkan untuk datang ke istananya di Memphis! Di sana anda akan diperlakukan dengan hormat dan diberikan tempat yang tinggi, karena ia percaya bahwa Horus, putera Osiris dan Isis, mengirimkan seekor elang yang membawakan sandal berlapis emas merah dan membuatnya mencari anda.”


Charaxos yang berada di sana, dan menyaksikan semuanya, tahu bahwa perintah itu adalah perintah yang tidak bisa tidak ditaati. Dengan berat hati, dia menjelaskan kepada Rhodopis agar dia mematuhi perintah Sang Pharaoh.


“Tapi aku tidak mungkin meninggalkanmu,” kata Rhodopis yang diliputi kesedihan karena harus berpisah dengan seorang yang begitu baik kepadanya.

Namun tidak ada yang bisa dilakukan oleh mereka berdua. Akhirnya Rhodopis harus mengucapkan selamat tinggal kepada Charaxos yang berjanji akan mengunjunginya.

Rhodopis berangkat ke Memphis, meninggalkan semua yang dimilikinya di Naucratis. Dan ketika Amasis melihat kecantikannya, dia yakin bahwa dewa telah mengirimkan Rhodopis padanya. Untuk sesaat dia melupakan ancaman Cyrus dari Persia, sebaliknya dia merasakan kedamaian mengelilinginya saat melihat Rhodopis tersenyum untuk pertama kali sejak meninggalkan Naucratis.

“Jadilah Ratuku.”

Rhodopis tidak bisa menolak. Bukan karena kekuasaan Sang Pharaoh, tapi karena dia telah jatuh hati kepadanya. Dan mereka hidup bahagia selama sisa umur mereka, lalu meninggal setahun sebelum kedatangan Ambyses dari Persia[.]



Bottom of Form
THE END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Orion Sang Pemburu

ORION adalah rasi bintang di langit yang dikenal sebagai rasi bintang sang pemburu. Dengan 3 bintang sejajar dan 4  bintang yang melingkupinya, rasi ini mungkin merupakan salah satu rasi bintang yang paling mudah dikenali di angkasa. Letaknya di ekuator langit, terlihat dari hampir seluruh bagian bumi. Di Indonesia rasi ini dikenal sebagai Waluku, pertanda bagi petani untuk mulai membajak sawah. Orion tampak paling jelas pada pukul 21:00 selama bulan Januari-Februari. Rasi bintang Orion bisa dilihat di langit sebelah barat. Untuk melihat Orion sebagai seorang pemburu, kita bisa berimajinasi. 3 bintang sejajar yang cukup terang; Alnitak (zeta Orionid), Alnilam (epsilon Orionid), Mintaka (delta Orionid) membentuk sabuk sang pemburu. Bergeser ke sebelah selatannya, tiga buah bintang yang lebih redup menandakan pedangnya. Di ujung sebelah kiri, bintang Betelgeuse (alpha Orionids) digambarkan sebagai bahu Orion. Di bawahnya secara diagonal terdapat bintang Rigel (Beta

The Landscape With The Fall Of Icarus

Icarus dan Daedalus, sebuah mitologi Yunani : "Ayah Icarus, Daedalus, memberikan sepasang sayap kepada anaknya. Bulu-bulu sayap itu terbuat dari lilin. Daedalus memperingatkan Icarus untuk tidak terbang terlalu dekat dengan matahari. Tidak menuruti perintah ayahnya, Icarus malah terbang menuju matahari. Sayapnya meleleh dan dia jatuh ke dalam laut di bawahnya lalu tenggelam." Pada tahun 1560-an, Pieter Bruegel, seorang pelukis Renaisans, menggambarkan kisah tentang Icarus ke dalam lukisannya yang berjudul The Landscape With The Fall Of Icarus : ANALISA LUKISAN : Lukisan ini mengandung cerita. Persfektif dilihat dari atas, dari sudut pandang Daedalus. Icarus bukanlah fokus lukisan. Kakinya tergantung di udara saat ia tenggelam di sudut kanan bawah. Tidak ada orang yang berhenti dan mencoba untuk menyelamatkannya. Meskipun tampaknya subjek lukisan adalah Icarus, hal ini tidak terjadi. Bruegel lebih tertarik menggambarkan pekerja kelas bawah dalam cahaya y

Jendela Rumah Sakit

Jendela Rumah sakit Ada dua orang pria, keduanya sakit parah, mereka menghuni ruangan perawatan yang sama di sebuah rumah sakit. Pria yang satu diizinkan duduk di tempat tidurnya selama satu jam setiap siang untuk membantu mengeringkan cairan dalam paru-parunya. Tempat tidurnya berada di satu-satunya jendela yang ada di ruangan. Pria yang lain harus menghabiskan seluruh waktunya berbaring di tempat tidur. Kedua pria itu mengobrol tanpa henti. Mereka membicarakan tentang isteri dan keluarga mereka, rumah mereka, pekerjaan mereka, serta pengalaman mereka selama wajib militer. Setiap siang pria di samping jendela duduk. Untuk mengisi waktu dia menceritakan semua yang dilihatnya dari luar jendela kepada teman sekamarnya. Pria itu berkata, "Jendela ini memperlihatkan sebuah taman dengan danau yang cantik. Bebek-bebek dan angsa-angsa bermain-main di permukaan air saat anak-anak melayarkan perahu mainan mereka. Oh, ada pasangan muda berjalan bergandengan tangan di antara b