Langsung ke konten utama

H E R D A N C E [BAB II]


H E R D A N C E
B A B II

.
“Great dancers are not great because of their technique, they are great because of their passion,” – Martha Graham
.

.
Sang instruktur menepuk tangannya tinggi-tinggi di udara, mengisyaratkan para penari untuk bersiap-siap di posisinya masing-masing. Ada sekitar sepuluh orang penari yang berbaris secara berjajar menghadap cermin yang memantulkan bayangan mereka.
Menjadi yang paling kecil di antara yang lain, Rosy berdiri di barisan paling depan di sebelah kanan. Rambut ikalnya yang berwarna pirang keemasan digulung di belakang kepala. Dia mengenakan kaos longgar yang melorot sampai paha serta celana leotard ketat yang membungkus tungkainya yang kurus. Seperti biasa dia mengikuti latihan tanpa menggunakan alas kaki, memperlihatkan telapak kaki pucat dengan kuku-kuku yang polos.
“Kita akan mulai dengan centrework!” seru sang instruktur.
Martin Cage, selain sebagai salah seorang guru yang mengajarkan teknik-teknik Cunningham kepada murid Tahun Dua di London Contemporary Dance School, juga sebagai seorang choreographer jenius yang bekerja untuk London Contemporary Dance Theater. Pria berusia akhir tiga puluhan itu populer berkat keberhasilannya menyutradarai beberapa pertunjukan yang menjadi pertunjukan paling banyak ditonton yang pernah diselenggarakan di panggung The Place.
Karena reputasinya itu, ketika memasuki Tahun Dua, Rosy tidak berpikir dua kali untuk memilih Mr. Cage menjadi instruktur yang akan membimbing latihannya selama sepuluh minggu kedepan.
“Kita mulai dengan adage,” kata Mr. Cage yang berdiri di sudut ruangan di samping meja tempat dia meletakan laptop yang dihubungkan dengan speaker yang dipakai sebagai audio player.
Musik dengan tempo lambat pun dimainkan sebagai pengantar untuk para penari melatih kontrol gerakan-gerakan serta keseimbangan, kerenggangan dan kekuatan tubuh. Para penari bergerak sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh Mr. Cage yang berkeliling studio untuk memeriksa mereka.
“Selanjutnya allegro,” seru Mr. Cage.
Musik dengan tempo yang lebih cepat dan lebih berisik berkumandang di seluruh ruangan. Para penari mulai melakukan lompatan-lompatan serta putaran-putaran dengan mengelilingi studio.
Tepat setelah musik berhenti, terdengar suara pintu diketuk.
“Oh, kau sudah datang!” seru Mr. Cage kepada seseorang yang berdiri di ambang pintu, “Masuklah,” katanya.
Semua orang termasuk Rosy menoleh untuk melihat seorang gadis yang seumuran dengannya namun dengan bentuk tubuh bak super model Kate Moss, berjalan menghampiri Mr. Cage yang dengan antusias menyambutnya. 
“Wow, apakah dia gadis yang mereka bicarakan?” bisik Victoria kepada Baylie yang berdiri di samping Rosy.
“Iya, kau benar!” seru Baylie, berusaha untuk merendahkan volume suaranya namun gagal karena semua orang bisa mendengarnya.
“Dia benar-benar keren seperti kakaknya,” kata Baylie.
“Kakaknya?” tanya Rosy bingung.
Baylie yang sangat tinggi dari kebanyakan orang harus merunduk agar dapat melihat Rosy. Dia memasang ekspresi wajah kebingungan seolah-olah dia baru saja mendengar pertanyaan paling ngawur di dunia ini.
Little Rosy, don't you know her?” tanyanya.
Rosy mengangkat sebelas alis mata tipisnya. Sesaat dia menoleh untuk melihat sang gadis sedang berbincang dengan Mr. Cage yang tidak berhenti tersenyum.
Sesuatu mengenai gadis itu membawa kembali sosok pria asing yang kemarin, tapi Rosy tidak tahu pasti apa itu.
Mr. Cage kembali menepuk tangan di udara meminta perhatian. Kemudian dia membawa sang gadis bersamanya sampai di hadapan semua orang.
“Hazel Brown, akan bergabung dengan kita mulai hari ini,” kata Mr. Cage.
“Salam kenal,” kata Hazel dengan senyuman mengembang di wajahnya.
“Dia benar-benar manis, seperti kakaknya,”
Rosy tidak tahu siapa yang kali ini berbisik. Yang dia tahu adalah senyuman manis Hazel mengingatkannya pada senyuman ramah sang pria asing.

***

Ketika Rosy mendaratkan pandangannya pada sosok yang sedang menari di hadapannya, dia merasakan ketentraman mengelilinginya.
Lagu pengantar yang sedang dimainkan, menghadirkan suara yang terdengar familiar tapi tetap tidak bisa ditebak siapa pemiliknya. Bernyanyi dengan suara indah dan sedih yang menghantuinya lalu menyusup masuk ke dalam kepala sampai ke hatinya.
Rosy hanya menangkap beberapa baris lirik yang dinyanyikan oleh seorang penyanyi pria.

'But only need the light when its burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go,'

'Only know you've been high when you're feeling low
Only hate the road when you're missing home
Only know you love her when you let her go,'

Hazel Brown, wajahnya yang cantik tersembunyi di balik pergelangan tangannya. Gerakan-gerakannya yang memikat mengikuti petikan pelan gitar akustik. Dan ada hal lain yang dapat dirasakan oleh Rosy dari sisi lain ruangan.
Amarah.
Amarah menyelimuti seluruh studio tari. Dan itu sangat tebal, sampai Rosy bisa merasakan sekujur tubuhnya bergetar oleh tekanan yang menyerangnya dari segela penjuru.
Hazel terus menari, mengeluarkan semua teknik yang tidak lagi bisa dianalisa oleh mereka yang menyaksikan. Dia berputar lalu melompat. Mendarat lalu berguling. Berlari lalu berhenti.
Rosy dapat melihat sekilas wajah Hazel yang akan terkubur selamanya di dalam pikirannya. Sepasang mata kelabu yang menyala-nyala dengan penuh luka. Alis mata tebalnya yang mengernyit membentuk hurup V. Dan wajah cantiknya yang terlihat tegang sedangkan seluruh tubuhnya rileks.
Hazel telah menjadi bagian dari lagu itu. Dia bergerak sesuai dengan nada-nada yang dimainkan dan berekspresi sesuai dengan emosi yang dirasakan oleh sang penyanyi. Mereka telah menjadi satu bagian yang sempurna.
Suara sedih sang penyanyi berubah menjadi bisikan yang hampir tidak terdengar. Kemudian petikan gitar melambat sampai akhirnya musik berhenti.
Studio tari menjadi hening seketika, dan apa pun itu yang terjadi barusan akan tetap diingat.
Hazel kehabisan nafas. Dia berdiri seorang diri di tengah-tengah ruangan, dikelilingi oleh orang-orang yang terkesima oleh penampilannya barusan.
“WOW!” pekik Victoria, menjadi orang pertama yang memecahkan keheningan.
Setelah itu suasana studio tari menjadi begitu ramai oleh tepukan tangan serta pekikan histeris. Semua orang termasuk Rosy menghampiri Hazel yang susah payah mengatur nafas.
“Bagaimana kau bisa kau melakukannya?” tanya seseorang.
Tapi Hazel tidak menjawab. Sepertinya dia masih membutuhkan lebih banyak oksigen untuk dapat berbicara. Alhasil dia hanya tersenyum.
“Kau membawakan lagu kakakmu, itu keren sekali!” seru Baylie.
Hazel yang sudah baikan menoleh ke arah Baylie, “Iya, dia membantuku menyusun koreografi untuk lagi ini,” katanya.
Setelah itu Baylie memperkenalkan dirinya diikuti oleh yang lain. Kemudian pandangan Hazel mengarah pada seseorang di antara orang-orang yang mengelilinginya.
Rosy yang merasakan tatapan Hazel padanya, tersenyum lebar-lebar. Hazel pun membalas senyumannya.
“Hey,” sapa Hazel.
“Hey,”
“Rosy Rambert, dia yang terbaik yang kami miliki,” seru Victoria mendorong tubuh mungil Rosy mendekati Hazel.
“Rosy, salam kenal,” seru Hazel mengulurkan tangannya.
“Salam kenal,” sahut Rosy sambil menjabat tangannya.
Hazel adalah orang yang ramah, pikir Rosy. Namun belum sempat mereka mengatakan sesuatu lebih dari pada itu, Mr. Cage datang menginterupsi.
Well, giliran siapa sekarang?” tanya Mr. Cage.
Seorang gadis berambut merah menggangkat tangannya, “Giliranku,” katanya.
“Marion, silahkan,”
“Hey, aku sudah melihatmu kemarin,” kata Hazel tiba-tiba ketika mereka menepi ke sisi ruangan.
Rosy mendongak, “Melihatku?” tanyanya bingung.
Hazel yang terlihat tidak enak hati tersenyum tipis, “Kemarin aku mengintip kau sedang menari di studio ini,” katanya.
Rosy hanya menatap Hazel selama beberapa saat.
“Oh,” hanya itu yang Rosy katakan membuat Hazel mengerutkan keningnya.
“Hey, kau tidak marah bukan?” tanya Hazel gugup.
Rosy menggelengkan kepalanya, “Tidak. Tentu saja tidak,” katanya.
Hazel tersenyum lega sebelum mengalihkan pandangannya menuju Marion yang mulai menari.
Tapi Rosy tidak merasa demikian. Sesaat dia mengamati Hazel yang berdiri di sampingnya.
Kali ini Rosy hanya bisa berharap bahwa dugaannya benar.
***

“Rosy, ada yang ingin aku bicarakan denganmu setelah ini,” kata Mr. Cage setelah penari terakhir tampil.
Selesai sudah latihan untuk hari ini. Semua orang termasuk Rosy sudah menampilkan tarian yang nanti akan mereka tampilkan pada saat ujian tengah tahun beberapa bulan lagi dari sekarang. Ujian tersebut akan menjadi sangat penting, karena sembilan puluh persen nilai yang dibutuhkan untuk bisa lulus ke tingkat selanjutnya diperoleh dari ujian itu. Mereka tidak bisa main-main dalam hal ini. Itulah alasan mengapa setiap orang diberikan kesempatan untuk memilih sendiri instruktur yang akan membimbing mereka selama sepuluh minggu ke depan.
Sebelum membubarkan kelas, Mr. Cage mengevaluasi penampilan para penari. Memberikan koreksi di beberapa bagian yang dianggapnya kurang tepat serta memberikan penjelasan singkat mengenai bentuk improvisasi yang baik yang tadi sempat ditanyakan oleh Victoria.
“Menurutmu apakah Hazel mau kuajak berkeliling London? Kau tahu dia baru dua minggu di sini, kupikir dia membutuhkan seseorang yang bisa menemaninya menyusuri kota,” kata Baylie kepada Rosy ketika mereka sedang mengemasi barang-barang sebelum keluar dari studio tari.
Rosy melirik untuk melihat Hazel sedang mengobrol dengan Mr. Cage di depan pintu.
“Sepertinya dia sudah mempunyai seseorang yang menemaninya,” kata Rosy.
Well, kupikir juga begitu,” komentar Baylie terdengar kecewa, “Ngomong-ngomong apakah kau akan datang ke pesta ulang tahun Adam?” tanyanya kemudian.
Rosy yang sedang memakai sepatu mendongak untuk melihat Baylie sedang mengamatinya dengan alis mata yang mengkerut penuh antisipasi.
“Tidak akan pernah,” jawab Rosy kemudian.
Baylie memutar matanya jengkel mendengar jawaban yang sebenarnya sudah bisa ditebak olehnya.
“Aku tidak tahu mengapa kau bersikap begitu dingin terhadapnya,” kata Baylie yang sudah tidak bisa menahan kejengkelannya terhadap gadis mungil di hadapannya, “Jelaskan padaku apa yang salah dari menyatakan cinta kepada orang yang disukai?”
Rosy tidak menjawab, dia mengambil messenger bag lalu menyampirkannya ke bahu.
“Bukan itu maksudku,”
“Jadi apa?” tuntut Baylie.
“Aku ingin menemani bibiku di rumah,” jawab Rosy.
“Tapi kupikir bibimu lebih suka ditemani oleh buku-bukunya yang bau dan lapuk,”
“Bay!” seru Rosy memperingatkan.
Baylie hanya mengangkat bahunya lalu berjalan melewati Rosy keluar dari studio tari.
Untuk sesaat Rosy bersyukur karena semua orang sudah pergi, jadi tidak ada yang menyaksikan pertengkaran mereka. Bukan Rosy mengkhawatirkan pendapat orang lain mengenai dirinya. Rosy tidak peduli sama sekali. Hanya saja dia tidak ingin ada orang lain mencampuri kehidupannya walaupun hanya dengan mendengar sedikit percakapannya dengan Baylie.
Baylie merupakan satu dari sedikit orang yang cukup dekat dengan Rosy di sekolah ini. Sama halnya seperti Adam yang tadi disebutkan, Baylie adalah teman sekolah Rosy di SMA. Bahkan lebih dari pada itu, mereka adalah tetangga. Rumah Baylie hanya berjarak beberapa pintu dari rumah Rosy. Namun Rosy menjaga hubungan di antara mereka hanya sebatas teman sekolah. Tidak lebih dari itu. Alasannya karena Rosy telah membangun dinding yang terlalu tinggi yang tidak dapat dipanjat oleh orang lain.
Tidak Baylie, teman sekolahnya. Tidak juga Adam, orang yang menyukainya. Tidak ada di antara mereka berdua atau beberapa orang lain yang bisa menerobos pertahanan yang dibangun oleh Rosy. Tidak bisa mungkin karena tidak ada yang pernah benar-benar mencoba.

***

“Sudah selesai?” tanya Mr. Cage.
Rosy mengangguk lalu menghampiri Mr. Cage yang sudah ditinggal pergi oleh Hazel.
“Bagaimana kabar bibimu?” tanya Mr. Cage yang menyingkir sedikit, memberikan ruang untuk Rosy keluar.
Mr. Cage mengunci pintu studio terlebih dahulu sebelum berjalan di samping Rosy.
“Bibi baik-baik saja,” sahut Rosy.
“Apakah dia masih meminum teh chamomile dengan madu dan jeruk lemon?” tanyanya.
Rosy tersenyum simpul mendengarnya, “Iya, bibi selalu meminumnya sebelum tidur untuk membantunya tidur nyenyak. Katanya itu bisa menenangkan saraf-sarafnya yang tegang,”
Mr. Cage mengangguk setuju. Kemudian mereka terus berjalan menyusuri koridor yang kosong sampai tiba di pelataran yang menghadap ke taman terbuka dengan kolam ikan berisi ratusan ikan koi warna-warni.
Mr. Cage berhenti di sana lalu duduk dengan badan yang menghadap ke kolam. Seperti kemarin, matahari masih belum beranjak dari posisinya. Siang hari akan menjadi lebih panjang dari biasanya.
“Duduklah,” kata Mr. Cage.
Akhirnya Rosy duduk di samping Mr. Cage. Tapi dengan posisi yang berlawanan dengannya. Tubuh bagian depannya menghadap koridor yang beratap, sedangkan punggunya menghadap kolam ikan yang langsung terkena sinar matahari yang terik. Memang agak aneh, tapi toh Mr. Cage tidak keberatan.
“Aku ingin kau mengganti lagu pengantar,” kata Mr. Cage tiba-tiba membuat Rosy terkesiap.
“Apa?” tanyanya kaget.
Mr. Cage memutar sedikit posisi duduknya sampai berhadap-hadapan dengan Rosy yang menatapnya bingung.
“Ada sesuatu yang hilang dari penampilanmu tadi,”
Rosy tidak mengerti apa yang sedang dikatakan oleh instrukturnya. Akhirnya Rosy memilih diam, membiarkannya melanjutkan apapun itu yang ingin dikatakannya.
“Aku tidak meragukan kemampuanmu Rosy,” kata Mr, Cage dengan senyuman di wajahnya, “Kau memiliki teknik yang luar biasa. Kau belajar dengan sangat cepat dan tidak ada yang bisa menghentikanmu untuk menjadi lebih baik lagi dan lagi,”
Mr. Cage nampak merenung untuk sesaat sebelum melanjutkan. Senyuman telah hilang dari permukaan wajahnya. Digantikan oleh garis lurus si mulutnya yang menunjukan bahwa dia serius.
“Apa yang kau rasakan ketika menyaksikan penampilan Hazel tadi?” tanyanya.
Tentram, marah, tegang, sedih.
“Aku merasakan banyak hal,” jawab Rosy.
“Apa kau bisa merasakah gairah yang keluar dari setiap gerakan yang dia lakukan?”
Rosy mengangguk.
“Itulah yang hilang dari penampilanmu tadi,” kata Mr. Cage.
Rosy tidak terkejut, dia sudah memperkirakan pernyataan itu sejak Mr. Cage menyebutkan Hazel. Tapi itu bukan berarti dia menerima begitu saja kritik yang diberikan oleh instrukturnya. Lagi pula masukan yang tadi dia berikan, untuk mengganti lagu pengantar, itu mustahil. Merubah lagu berarti merubah semua susunan koreografi yang sudah susah payah dia latih selama berminggu-minggu. Lalu apa yang tadi dia katakan? Memulai semua dari awal lagi?
“Itu tidak mungkin,” kata Rosy.
Mr. Cage menggelengkan kepalanya tidak setuju, “Sangat mungkin Rosy. Kau akan memilih lagu lain selain lagu tadi yang bisa mengeluarkan semua gairah yang tersimpan di dalam tubuhmu. Anggap itu sebagai tantangan. Dan seperti yang selalu aku katakan. Tantangan akan membuatmu menjadi lebih baik,”
“Kau bercanda bukan?” tanya Rosy skeptis.
Tidak, Mr. Cage tidak bercanda. Rosy mengetahui hal itu lebih dari siapapun. Dia hanya tidak bisa mempercayai semua yang baru saja dikatakan olehnya. Mengapa baru sekarang dia mengatakannya setelah begitu banyak pujian telah dia berikan?
“Aku tidak mengerti,” kata Rosy, pandangannya lurus pada tembok putih di hadapannya, “Kau dan mereka bilang aku hebat, bagaimana mungkin sekarang kau menarik kembali semua itu?”
“Aku tidak pernah menarik kembali pendapatku tentangmu,” kata Mr. Cage, tapi Rosy tidak percaya itu, “Aku akan membebaskanmu dari latihan sampai kau menemukan lagu yang pas. Setelah itu kau bisa datang padaku lalu aku akan membantumu menyusun koreografi,”
Setelah itu Mr. Cage bangkit dari duduknya, “Sekarang pulang lah. Kau tidak mau datang terlambat untuk makan malam bukan?”
Rosy menolak untuk percaya bahwa Mr. Cage mengatakannya semata-mata karena dia khawatir Rosy akan terlambat makan malam. Setelah semua yang dia katakan tadi, Rosy memilih untuk percaya bahwa dia mengatakannya hanya untuk mengendurkan ketegangan di antara mereka.
“Baiklah,” kata Rosy.
Tapi Rosy tetap tinggal, membiarkan Mr. Cage pergi duluan. Rosy memutar badannya untuk melihat pemandangan di belakangnya. Matahari perlahan-lahan mulai turun. Langit mulai berganti warna menjadi jingga.  Akhirnya senja telah tiba. Rosy berharap agar kebingungan dan kekecewaan yang dirasakannya akan pergi seiring dengan datangnya malam. Oleh karena itu alangkah baiknya jika senja tidak menjadi terlalu lama.

TO BE CONTINUED

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Orion Sang Pemburu

ORION adalah rasi bintang di langit yang dikenal sebagai rasi bintang sang pemburu. Dengan 3 bintang sejajar dan 4  bintang yang melingkupinya, rasi ini mungkin merupakan salah satu rasi bintang yang paling mudah dikenali di angkasa. Letaknya di ekuator langit, terlihat dari hampir seluruh bagian bumi. Di Indonesia rasi ini dikenal sebagai Waluku, pertanda bagi petani untuk mulai membajak sawah. Orion tampak paling jelas pada pukul 21:00 selama bulan Januari-Februari. Rasi bintang Orion bisa dilihat di langit sebelah barat. Untuk melihat Orion sebagai seorang pemburu, kita bisa berimajinasi. 3 bintang sejajar yang cukup terang; Alnitak (zeta Orionid), Alnilam (epsilon Orionid), Mintaka (delta Orionid) membentuk sabuk sang pemburu. Bergeser ke sebelah selatannya, tiga buah bintang yang lebih redup menandakan pedangnya. Di ujung sebelah kiri, bintang Betelgeuse (alpha Orionids) digambarkan sebagai bahu Orion. Di bawahnya secara diagonal terdapat bintang Rigel (Beta

The Landscape With The Fall Of Icarus

Icarus dan Daedalus, sebuah mitologi Yunani : "Ayah Icarus, Daedalus, memberikan sepasang sayap kepada anaknya. Bulu-bulu sayap itu terbuat dari lilin. Daedalus memperingatkan Icarus untuk tidak terbang terlalu dekat dengan matahari. Tidak menuruti perintah ayahnya, Icarus malah terbang menuju matahari. Sayapnya meleleh dan dia jatuh ke dalam laut di bawahnya lalu tenggelam." Pada tahun 1560-an, Pieter Bruegel, seorang pelukis Renaisans, menggambarkan kisah tentang Icarus ke dalam lukisannya yang berjudul The Landscape With The Fall Of Icarus : ANALISA LUKISAN : Lukisan ini mengandung cerita. Persfektif dilihat dari atas, dari sudut pandang Daedalus. Icarus bukanlah fokus lukisan. Kakinya tergantung di udara saat ia tenggelam di sudut kanan bawah. Tidak ada orang yang berhenti dan mencoba untuk menyelamatkannya. Meskipun tampaknya subjek lukisan adalah Icarus, hal ini tidak terjadi. Bruegel lebih tertarik menggambarkan pekerja kelas bawah dalam cahaya y

Jendela Rumah Sakit

Jendela Rumah sakit Ada dua orang pria, keduanya sakit parah, mereka menghuni ruangan perawatan yang sama di sebuah rumah sakit. Pria yang satu diizinkan duduk di tempat tidurnya selama satu jam setiap siang untuk membantu mengeringkan cairan dalam paru-parunya. Tempat tidurnya berada di satu-satunya jendela yang ada di ruangan. Pria yang lain harus menghabiskan seluruh waktunya berbaring di tempat tidur. Kedua pria itu mengobrol tanpa henti. Mereka membicarakan tentang isteri dan keluarga mereka, rumah mereka, pekerjaan mereka, serta pengalaman mereka selama wajib militer. Setiap siang pria di samping jendela duduk. Untuk mengisi waktu dia menceritakan semua yang dilihatnya dari luar jendela kepada teman sekamarnya. Pria itu berkata, "Jendela ini memperlihatkan sebuah taman dengan danau yang cantik. Bebek-bebek dan angsa-angsa bermain-main di permukaan air saat anak-anak melayarkan perahu mainan mereka. Oh, ada pasangan muda berjalan bergandengan tangan di antara b