Quotes about Love
Part One
Terinspirasi oleh Bob Marley
Suatu saat nanti dalam hidupnya, Scarlett
benar-benar percaya dia akan menemukan seseorang yang akan menjungkirbalikan
dunianya.
Kepada orang itu, kelak Scarlett akan
menceritakan hal-hal yang tidak pernah dia ceritakan kepada orang lain. Dan
orang itu akan menyerap semua yang Scarlett katakan dengan baik. Bahkan orang
itu ingin mendengar lebih banyak lagi darinya.
*
“Jadi, apa kau pernah jatuh cinta?” tanya
Bailey setelah Scarlett mengatakan apa yang dia pikirkan.
“Belum pernah,” jawab Scarlett tanpa harus
berpikir keras.
“Tidak mungkin!” seru Bailey tidak percaya.
Well, tapi itulah kenyataannya.
Bailey menatap Scarlett dengan ekspresi wajah
yang serius. Saat ini dia sedang menuntut penjelasan atas jawaban enigmatik
Scarlett.
“Well, aku percaya bahwa cinta semua
orang ada di suatu tempat di luar sana. Beberapa dari mereka hanya sedang
terjebak macet untuk sampai kemari,” jawab Scarlett.
Namun Bailey nampak tidak puas dengan jawabannya.
Namun Bailey nampak tidak puas dengan jawabannya.
“Apa yang harus kulakukan hanyalah menunggu. Somethings
are worth waiting for, even if you have to wait forever,” kata Scarlett
kali ini terdengar lebih serius.
Bailey hanya menatap Scarlett selama beberapa
saat, sebelum menghela nafas panjang tanda kecewa. Well, memangnya apa
yang dia harapkan?
“Kau memiliki konsep yang aneh tentang cinta,
kau tahu itu,” kata Bailey.
It's not weird, it's natural.
***
Scarlett akan membagikan harapan-harapan masa
depannya, mimpi-mimpinya yang tidak pernah menjadi kenyataan, tujuan-tujuannya
yang tidak pernah tercapai dan banyak kekecewaan hidup yang telah menimpanya.
*
“Maksudmu kau pernah belajar kedokteran, tapi
di tengah jalan kau memutuskan untuk berhenti karena kau merasa tidak sanggup
memegang pisau bedah?”
Scarlett berpikir Nevan menganggap hal itu konyol.
Tapi Nevan terlihat serius ketika mengatakannya. Seolah-olah dia tidak percaya
dengan apa yang baru saja Scarlett ceritakan kepadanya. Well, kalau
memang begitu mungkin Nevan memang menggapnya konyol.
“Begitulah,” sahut Scarlett.
“Wow,” hanya itu reaksi Nevan.
Scarlett langsung melemparkan tatapan jengkel
kepada Nevan. Oh, ayolah, walaupun itu terdengar memalukan tapi Nevan tidak memiliki
hak untuk meledeknya. Nevan hanya mengenal Scarlett selama beberapa bulan. Dia
sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Jadi, apa yang terjadi?” tanya Nevan tiba-tiba
membuat Scarlett terkesiap.
“Apa?”
Nevan terkekeh melihat reaksi Scarlett, “Apa
yang terjadi setelah itu? Apa kau merasa kecewa karena kau harus menyerah
menjadi seorang dokter? Maksudku, pasti itu impianmu, bukan?”
Scarlett tidak mengerti mengapa Nevan
mempertanyakan semua itu. Bahkan Scarlett tidak mengerti mengapa Nevan bersikap
seolah-olah dia peduli padanya, peduli pada impiannya.
Oh, siapa yang peduli dengan impian
kekanak-kanakan Scarlett?
Sejak kecil semua orang tahu bahwa Scarlett
Jones ingin menjadi seorang dokter, just like every others kids! Tapi
apa yang terjadi ketika Scarlett harus mengakhiri impian masa kecilnya hanya
karena tangannya selalu gemetar setiap kali memegang pisau bedah? No one
cares.
“Apa kau masih merasa kecewa?” tanya Nevan
ketika dia melihat ekpresi wajah Scarlett yang berubah sedih.
Scarlett menatap Nevan sesaat. Ada sesuatu dari
bola mata sebiru langit miliknya yang membuat Scarlett merasa bahwa
kekhawatiran yang ditunjukan oleh Nevan saat ini memang jujur dan tulus. Dan
entah mengapa hal itu membuat Scarlett merasa sangat lega.
“Tidak. Itu adalah bagian dari pengalaman hidupku
yang akan kukenang,” jawab Scarlett dengan senyuman simpul mengembang di
wajahnya.
Nevan terlihat senang mendengar jawaban
Scarlett, “Jadi, apa yang membawamu ke psikologi?” tanyanya penasaran.
Scarlett berpikir sejenak, “Well, aku
pernah membaca sebuah novel tentang seorang pembunuh berantai. Novel itu
menceritakan banyak hal mengenai teori-teori kepribadian manusia. Salah satunya
tentang sociopath,”
“Kau memilih untuk mempelajari psikologi hanya untuk
mengerti kepribadian seorang pembunuh berantai?” tanya Nevan lebih terdengar
penasaran daripada
ketakutan.
“Bukan,” sergah Scarlett, “Itu hanya batu
loncatan yang membawaku pada ketertarikan mengenai psikologi manusia secara
keseluruhan,”
Nevan mengangguk-angguk mengerti, “Apa kau
berpikir untuk menjadi seorang psikolog?”
Scarlett mengangkat bahunya tidak yakin, “Entahlah,”
Sepasang alis mata Nevan yang tebal mengernyit
mendengarnya.
“Kau dibayar untuk mendengarkan cerita orang
lain yang kebanyakan merupakan pengalaman yang traumatik yang sebenarnya tidak
ingin mereka ingat lagi. Itu agak aneh untukku,” kata Scarlett.
“Itulah pekerjaan mereka,” komentar Nevan.
Scarlett mengangguk setuju.
Latter then she knew that she just told him her hopes, dreams, goals and dissapointments in all at once!
***
Ketika sesuatu yang menakjubkan terjadi,
Scarlett tidak bisa menunggu untuk segera mengatakannya kepada orang itu.
Mengetahui bahwa orang itu akan ikut berbahagia bersamanya.
*
“Kau tidak akan percaya ini, Nevan!” pekik
Scarlett dari seberang telpon, membuat Nevan harus menjauhkan ponsel untuk menyelamatkan
telinganya.
“Woah, hal keren apa yang baru saja terjadi,
nona?” tanya Nevan.
“Kau tahu aku sudah mengirimkan naskah novelku
ke sebuah penerbit,” kata Scarlett.
Oh, Scarlett tidak harus melanjutkan kalimatnya
untuk membuat Nevan mengerti apa hal keren yang baru saja terjadi itu.
“Great job, Scar!” seru Nevan, kali ini
giliran Scarlett yang menarik ponselnya.
“Don't call me Scar!"
Nevan hanya tertawa dari seberang ponsel. Tapi
Scarlett sedang dalam mood yang terlalu baik untuk merasa kesal dengan tingkah
laku Nevan.
“Kapan kau pulang?” tanya Scarlett setelah tawa
Nevan mereda.
“Setengah jam lagi. Kau mau membawaku ke suatu
tempat?"
Scarlett memutar matanya mendengar pertanyaan
Nevan, “Jika kau tidak keberatan,” sahutnya.
Nevan terkekah, "It would be a great
pleasure ma'am,"
“Baiklah. Jemput aku di tempat bisa. Bye,”
kata Scarlett.
“Bye, love,” ucap Nevan sebelum
Scarlett menutup ponselnya.
God, she hated him when he called her
that way!
***
Tidak pernah orang itu melukai perasaan Scarlett
atau membuat Scarlett merasa tidak cukup baik. Orang itu malah membangun rasa
percaya diri Scarlett dengan menunjukan kepadanya hal-hal mengenai dirinya yang
membuatnya spesial dan bahkan indah.
*
*
“Oh, Tuhan! Aku tidak bisa melakukan ini!” seru
Scarlett mengerang frustasi, menghadap bayangannya yang dipantulkan oleh cermin
toilet di depannya.
Siapa wanita itu?
Kulitnya terlalu pucat untuk seorang manusia
yang sehat, rambut cokelatnya yang ikal tidak lagi beraturan seolah-olah baru
saja diterbangkan oleh angin topan, bola mata hijaunya sama sekali tidak cocok
dengan dress berwarna ungu yang dia pakai, warnanya benar-benar
bertabrakan!
Oh, mengapa dia memilih baju itu di antara
baju-baju lain yang memenuhi lemari pakaiannya?
Ok, baiklah, itu adalah dress yang Scarlett beli beberapa
hari yang lalu, setelah mengetahui bahwa Nevan suka melihat wanita memakai baju
berwarna ungu. Scarlett tidak berpikir dua kali untuk segera mengambil dress
itu ketika dia akan pergi makan malam bersama dengan Nevan malam ini. Semuanya
baik-baik saja, sampai Scarlett mengetahui bahwa mereka tidak hanya makan
berdua. Guess what? Orang tua Nevan akan bergabung bersama dengan
mereka!
“Aku tidak bisa melakukan ini,” ucap Scarlett
berulang-ulang hampir menyerupai mantra yang mulai merasuki dirinya.
“Mereka tidak akan menyukai. Mereka akan
menganggapku aneh dengan penampilan seperti ini,”
Scarlett tidak tahu sudah berapa lama dia
mengurung diri di dalam toilet restoran mewah yang merupakan tempat dimana
pertama kali dia bertemu dengan Nevan sekitar setahun yang lalu. Saat ini Nevan
dan orangtuanya mungkin sedang bertanya-tanya apa gerangan yang sedang Scarlett
lakukan di dalam toilet selama itu.
Sesaat Scarlett menyapu pandangan ke sekeliling
ruangan. Selain dirinya, ternyata ada seorang wanita muda yang sedang merapikan
riasan wajahnya di sisi lain ruangan. Dia mengenakan pakaian formal berupa blouse
berwarna biru selutut yang sangat cocok untuknya.
Well, dia sangat cantik dan dia tahu bagaimana menunjukan
kecantikannya dengan polesan make up yang sempurna.
Scarlett kembali menatap bayangannya yang
dipantulkan oleh cermin.
Oh, Scarlett terlihat semakin buruk hanya
dengan berada di ruangan yang sama dengan wanita itu.
“Aku hanya ingin mencari pacarku. Dia ada
di dalam,”
Scarlett terperanjat kaget mendengar
suara-suara dari luar sana. Walapun samar-samar, Scarlett mengenal betul siapa
pemilik suara itu.
Nevan!
Well, dia pasti khawatir karena Scarlett belum juga kembali sejak
dua puluh menit yang lalu.
“Dia tidak membawa ponselnya," kata Nevan.
Scarlett menelan ludahnya merasa cemas.
Apa yang harus dia lakukan sekarang?
“Apakah orang berisik itu sedang
mencarimu?” tanya wanita muda itu tiba-tiba.
Scarlett menoleh melihatnya memasang ekspresi
jengkel di wajahnya.
“Kau tidak mendengarku?” tanyanya terdengar
marah.
Scarlett tidak mengerti apa yang terjadi dengan
wanita muda itu. Yang dia tahu adalah kenyataan bahwa wanita muda itu ternyata tidak
memiliki hati yang secantik parasnya.
Scarlett menghela nafas panjang. Dia sedang
tidak dalam mood yang baik untuk berkonfrontasi dengan orang asing yang
pemarah.
“Maaf, aku akan segera pergi menemuinya,” kata
Scarlett sebelum mengambil tas tangannya lalu pergi meninggalkan wanita muda
itu.
Ketika Scarlett keluar dari toilet dia melihat
Nevan sedang berbicara dengan seorang petugas security.
Oh, Tuhan, apa dia mengira Scarlett diculik
oleh anggota gang atau mafia?
“Nevan,” panggil Scarlett menghampiri Nevan.
“Oh, God!” seru Nevan, “Kemana saja
kau?” tanyanya terdengar lega sekaligus khawatir.
Scarlett merendahkan pandangannya,
"Maaf," gumamnya.
“Hey, ada apa, sweet?” tanya Nevan
dengan tangannya yang menyentuh bahu Scarlett.
Scarlett
menghela nafas panjang sebelum melihat Nevan yang sedang menatapnya dengan
cemas.
Mengapa
Nevan begitu mengkhawatirkannya? Apakah Scarlett begitu penting untuknya hingga
dia tidak bisa membiarkan Scarlett pergi selama dua puluh menit?
“Kau
tidak bilang akan membawa orangtuamu,” kata Scarlett.
Nevan
nampak terkejut mendengarnya, “Oh,” gumamnya tidak begitu mengerti.
“Entahlah,
Nevan, aku merasa mereka tidak akan menyukaiku. Ini adalah kali pertama mereka
bertemu denganku,” ungkap Scarlett.
“Mengapa
mereka tidak akan menyukaimu?” tanya Nevan nampak bingung.
“Harusnya
aku menata rambutku dengan lebih rapih. Harusnya aku memakai baju dengan warna
yang lebih lembut yang cocok dengan mataku. Harusnya aku-”
Scarlett
tidak melanjutkan perkataannya ketika dia melihat ekspresi di wajah Nevan.
Oh,
sekarang dia malah berpikir itu konyol.
“Kau
mengkhawatirkan penampilanmu?” tanya Nevan tidak percaya.
Scarlett
tidak menjawab, tapi Nevan malah terkekeh geli.
“Oh,
Scarlett, don't you know how beautiful you are?” kata Nevan dengan senyuman simpul
mengembang di wajahnya.
“Rambutmu
sudah sangat indah, bahkan ketika kau bangun tidur,”
Scarlett
tersipu mendengarnya. Segera dia memalingkan wajahnya yang memerah dari Nevan.
“And
you look good in everything you wear,” gumam Nevan lebih
terdengar seperti bisikan yang membuat Scarlett semakin gugup.
“You
don't know it, don't you?” tanya Nevan menyentuh pipi Scarlett, agar
dia bisa melihat wajahnya.
“Fine,”
gumam Scarlett menyerah.
Nevan
dengan mulut manisnya adalah kelemahan terbesar Scarlett.
Scarlett
menatap Nevan, “Let's do it,” katanya.
Nevan
kembali menyunggingkan senyuman yang akhirnya membuat Scarlett melakukan hal
yang sama.
He always
knew how to make me felt good.
***
Tidak pernah ada tekanan, kecemburuan ataupun
persaingan, yang ada hanyalah ketenangan ketika orang itu ada di sekitar
Scarlett.
Scarlett bisa menjadi dirinya sendiri dan tidak
perlu mengkhawatirkan apa yang akan orang itu pikirkan tentangnya, karena
orang itu mencintainya apa adanya.
*
“Kau benar-benar mengambil semua itu? Fritos, Doritos,
Cheetos?” tanya Nevan mengamati troli belanjaan yang hampir penuh.
Namun kebanyakan yang Nevan lihat hanyalah kumpulan snack
dengan bungkusan warna-warni yang digemari oleh anak kecil, juga wanita muda di
hadapannya.
Scarlett menyeringai lebar memperlihatkan gigi-giginya yang
sempurna, “Aku suka,” hanya itu komentarnya.
Nevan menatap Scarlett tidak percaya, “Kupikir kau pernah
belajar kedokteran,” gumamnya.
Scarlett cemberut mendengarnya, “Itu tidak berarti aku tidak
boleh memakannya!” seru Scarlett kesal.
“Tapi apakah kau tidak mengambil terlalu banyak? Kau tidak
bisa memakan semua itu,”
Scarlett melemparkan tatapan jengkel kepada Nevan, “Aku tidak
pernah protes ketika kau membeli rokok dan me-ro-kok.”
Nevan tahu dia kalah. Tapi itu bukan inti dari pembicaraan
(perdebatan) ini, “Aku mengkhawatirkan kesehatanmu,” katanya.
“Jadi menurutmu aku tidak mengkhawatirkan kesehatanmu?” sahut
Scarlett geram, “Kau tahu aku benci melihatmu merokok. Aku pernah melarangmu, tapi
kau bilang kau hanya melakukannya ketika kau merasa sangat tertekan. Aku
berpikir mungkin kau masih bisa melakukannya, setidaknya sampai kau
menemukan cara lain,”
Nevan hanya diam, membiarkan Scarlett mengatakan apa pun itu yang
ingin dia katakan. Itu baik untuk Scarlett, juga untuk Nevan. Well, he likes
to hear her voice so much.
“Aku tahu sekarang,” kata Nevan kemudian.
“Tahu apa?” sahut Scarlett ketus.
“Kau sangat menyukai Fritos, Doritos dan Cheetos. Aku
khawatir kau lebih menyukai mereka daripada aku,”
Scarlett sangat terkejut hingga kehilangan
kata-katanya. Nevan hanya tertawa melihat reaksi Scarlett.
“Kau tidak akan memakan semuanya sendirian,”
kata Nevan sebelum mendorong troli menuju meja kasir meninggalkan Scarlett.
“You're impossible!” seru Scarlett
sebelum berlari menghampiri Nevan.
He knew me only too well that caught me out of guard.
***
Ketika menghabiskan waktu bersama dengan orang
itu, ingatan-ingatan masa kecil Scarlett kembali dengan sangat jelas dan tajam,
serasa menjadi muda lagi. Warna-warna terlihat lebih cerah dan lebih cemerlang.
Tawa menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dimana sebelumnya jarang atau
bahkan tidak ada sama sekali.
*
“Giliranmu!” seru Scarlett terdengar terlalu
semangat untuk sebuah permainan catur.
“Berisik, Scar, aku sedang berpikir,” gerutu
Nevan kesal karena konsentrasinya diganggu.
“Aku tidak akan berhenti menganggamu jika kau
terus memanggilku seperti itu,” sahut Scarlett.
Kali ini Nevan menghiraukannya, dia benar-benar
sedang berkonsentrasi dengan bidak-bidak hitam miliknya di papan catur. Tidak
banyak lagi yang dia miliki, hanya tinggal beberapa pion yang siap dimakan oleh
bidak-bidak putih milik Scarlett yang masih lebih banyak darinya, lalu bishop,
kuda, menteri serta tentu raja yang harus segera diselamatkan.
Scarlett mengamati ekspresi Nevan yang amat
serius. Sepasang alis matanya yang tebal mengernyit hingga bertautan satu sama
lain, dahinya juga mengkerut, lalu sepasang bola mata sebiru langit miliknya menatap
papan catur dengan tajam, seolah-olah dia hendak menerbangkan bidak-bidak itu
dengan tatapannya.
Well, ekspresi Nevan memang menyeramkan, namun Scarlett
menganggapnya lucu. Melihat Nevan saat ini mengingatkan Scarlett pada sosok
mendiang sang ayah. Ayahnya lah yang memperkenalkan Scarlett pada permainan
catur.
Scarlett ingat ketika dia masih kecil, dia
selalu kesal setiap kali ayahnya mengajaknya bermain catur. Oh, ayolah, anak perempuan mana yang
senang diajak (dipaksa) bermain catur oleh ayahnya? Tapi Scarlett adalah anak
satu-satunya di keluarganya, dan dia adalah anak yang baik. Tentu saja dia mau
bermain catur dengan sang ayah sekalipun dia hampir tidak pernah menang.
Sekarang, melihat bahwa Nevan tidak lebih baik
darinya dulu, membuat Scarlett menjadi sangat bersemangat untuk mengalahkannya. Well,
mungkin itulah yang dirasakan oleh sang ayah ketika melawannya dulu.
“Giliranmu,” kata Nevan setelah dia menjalankan
menteri hitamnya untuk melindungi sang raja yang tidak berdaya.
Scarlett menyeringai lebar. Nevan baru saja masuk
dalam perangkapnya. Sebenarnya Scarlett hanya meniru pola permainan ayahnya.
Begitu sering Scarlett melawan sang ayah membuatnya mengerti trik-trik yang digunakan
oleh ayahnya untuk mengalahkannya. Well, dulu Scarlett memang payah tapi
dia sama sekali tidak bodoh, dia sudah belajar banyak, dan saat ini adalah saat
yang tepat untuk menerapkan apa yang sudah dia pelajari.
Oh, Nevan, kau memilih lawan yang salah.
“Skakmat!” seru Scarlett.
Nevan melotot menatap papan catur dan Scarlett
secara bergantuan.
“No way!” serunya tidak terima, “Bagaimana
kau melakukannya?” tanyanya.
Scarlett tersenyum simpul mendengar pertanyaan
Nevan. Well, itu adalah pertanyaan yang selalu dia lontarkan kepada sang
ayah. Dia ingat ayahnya akan tersenyum lebar menampilkan deretan giginya yang
putih sempurna sebelum menjawab pertanyaannya.
“Lihat dan perhatikan. Nanti juga kau akan
mengerti,” kata Scarlett mengatakan persis seperti yang dikatakan ayahnya.
Nevan mengerang frustasi. Well, terlihat
jelas bahwa dia tidak terima dikalahkan oleh pacarnya.
“Maksdumu kau mengajakku untuk bermain lagi?”
tanya Nevan.
“Kenapa tidak?” sahut Scarlett menantang.
Nevan memutar bola matanya, “Fine,” katanya.
Scarlett tertawa melihat reaksi Nevan.
“Apa yang lucu?” tanya Nevan bingung sekaligus
kesal.
Scarlett hanya menggelengkan kepalanya.
Perhaps she didn’t remember yesterday, and she didn’t care about tomorrow, this moment with him was all about matters.
TO BE CONTINUED
Komentar
Posting Komentar